Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Oktober 2014



Basrizal Koto,
Pengusaha sukses dengan Izasah SD.

BasKo atau nama lengkapnya Basrizal Koto lahir di Pariaman, SumBar tahun 1959.  Ia seorang pengusaha sukses berbisnis di banyak bidang, seperti: media, percetakan, pertambangan, peternakan, perhotelan properti, dan lain-lain. Masa kecilnya yang serba kekurangan memaksanya bekerja keras dan bertekad kuat melawan kemiskinan. Dia tak mau menyalahkan keadaan. Karena memang sudah takdirnya dilahirkan dari keluarga yang serba kekurangan. Menyalahkan takdir, sama dengan menggugat ketentuan ALLAH, katanya. Dia benar-benar memulainya dari nol. Jangankan modal uang, sodal pendidikan pun dia tidak punya. Basko, bahkan tidak menamatkan Sekolah dasarnya. Seperti kita paham, budaya lelaki di Sumatera Barat adalah budaya perantau. maka, dengan ijin ibundanya, pada saat kelas 5 SD, ia memilih untuk merantau ke Riau, dibanding meneruskan sekolahnya.

Basrizal Koto Pengusaha Sukses yang Tak tamat SD
Sebelum pergi, ibunya memberi nasehat panjang padanya. Dan intinya adalah 3K, yaitu  pandai ber-Komunikasi, cari segala Kemungkinan, manfaatkan Kesempatan dan peluangnya, serta bekerjalah dengan Komitmen yang tinggi. Prinsip inilah yang ia diterapkan dalam bisnis-bisnisnya hingga seperti sekarang. Dia ingat, pertama kali di Riau, ia berangkat saat fajar ke terminal bis dan menawarkan diri menjadi kondektur oplet. Kehidupan menjadi kondektur oplet itu memberinya banyak pelajaran hidup soal komunikasi dan komitmen itu. Selain menjadi kondektur, beliau juga pernah berjualan pisang, petai, jadi supir hingga jadi makelar kenderaan. Semua dijalaninya sebagai sebuah proses pembangunan dirinya. Terampil komunikasi, jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan akhirnya membawa kesuksesan untuk menaklukkan kemiskinan, membangun kerajaan bisnis, dan menciptakan lapangan kerja.
Jumlah perusahaannya kini telah mencapai 15 perusahaan, dan sejak 2006 dia juga terjun ke bisnis pertambangan batu bara di Riau, menyediakan TV kabel dan layanan internet di Sumatera. Beberapa perusahaan yang masuk Grup MCB miliknya adalah PT Basko Minang Plaza (pusat perbelanjaan), PT Cerya Riau Diri Printing (CRMP) (pencetakan), PT Cerya Zico Utama (properti), PT Jaya Bastara Muda (tambang batubara), PT Riau Agro Mandiri (penggemukan, impor dan ekspor ternak), PT Agro Mandiri Riau Perkasa (pembibitan, pengalengan daging), PT Indonesian Mesh Network (TV kabel dan Internet), dan PT Hotel Best Western dan sekarang berganti nama menjadi Premier Basko Hotel Padang.
Ketika ditanya apakah yang membuat pak Basko mampu berkembang dan bertahan terus, maka beliau menuliskan rangkaian kalimat berikut, yang sangat menginspirasi saya:

Tidak ada kata menyerah.
Tidak ada kata menyalahkan atas kemiskinannya.
Tidak ada kata kecewa dan keluhan.
Tidak ada kesombongan.
Tidak ada kebencian.
Tidak ada kedurhakaan kepada orang tua.
Tidak ada kata memanjakan anak-anaknya.
Tidak ada kata malas.
Tidak ada kata tidak bisa.
Tidak ada behenti, terus berlari.
Tidak ada kata tidak layak.
Tidak ada kata nyaman.
Tidak ada kata tidak bersyukur.
Kecuali kata terima kasih Ya Allah atas segala-galanya.
H.Basrizal Koto
Sumber : https://www.google.com/search?q=basrizal+koto&biw=1360&bih=629&noj=1&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=MxZTVKqyKMTXmAXDhYLQAg&ved=0CAgQ_AUoAQ#imgdii=_

Soichiro Honda,
Sang Pendiri Honda.


Pernakah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda
– sebelum sukses diraihnya ia banyak mengalami kegagalan? Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. "Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.

Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.

Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri. Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.

Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan

pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.

Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat.

Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin.

Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" – cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru. Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin




Sumber :
https://www.google.com/search?q=soichiro+honda\&biw=1360&bih=629&noj=1&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=4xRTVKm9LeHNmwXizoCIBQ&ved=0CAgQ_AUoAQ#imgdii=_





Anggi Hayani ,
BIsnis Boneka Peraga kesehatan Gigi.
Seperti layaknya mahasiswa kedokteran gigi lainnya, Anggi Hayani Harahap (22) mengikuti kegiatan penyuluhan gigi sebagai bakti untuk masyarakat. Bulan Agustus  2010, Anggi melakukan penyuluhan untuk anak-anak di beberapa kecamatan di Medan. 
Saat itu, ia merasa, penyuluhan yang dilakukannya tak mendapat perhatian dari anak-anak. Tak patah semangat, ia mencari cara agar penyuluhannya berhasil. Ia mendapat ide untuk menciptakan boneka gigi yang lucu untuk mencuri perhatian anak-anak.

“Boneka ini berbentuk gigi geraham yang diberi mata dan mulut yang bisa terbuka. Bila mulut boneka dibuka, maka akan terlihat gigi-gigi di dalam boneka. Saya jadi mudah memberikan informasi kesehatan gigi kepada anak-anak.” ungkap wanita kelahiran 23 Juni 1990 ini. 

Tak disangka, boneka gigi yang awalnya hanya sebagai alat peraga kesehatan (phantom) ini ternyata sangat disukai anak-anak. Dari situ, muncullah ide untuk menjual boneka gigi ciptaannya. Tak hanya untuk penyuluh kesehatan,  boneka tersebut  juga bisa dibeli oleh semua kalangan. 

Menggunakan bendera usaha Kenkou Dolls & Souvenir, Anggi kemudian memberi nama bonekanya Dens in Dente, artinya gigi di dalam gigi. Ia menciptakan karakter Mister Dente untuk gigi sehat dan Kenkou Boy untuk karakter boneka gigi berlubang. 
Anggi mematok harga bervariasi untuk tiap bonekanya, tergantung ukuran dan bahan. Harganya antara Rp 150.000 hingga Rp 250.000. Untuk memperluas bisnisnya, ia juga menciptakan suvenir, gantungan kunci, mug, stiker, dan kaus bergambar gigi.  “Saya menjual produk secara online. Menurut saya sangat efektif dan menghemat biaya,” ujarnya.  

Selain kuliah dan berbisnis, Anggi aktif dalam organisasi kewirausahaan di kampusnya. Tahun 2011, Anggi direkomendasi oleh dosennya untuk mengikuti kompetisi Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Berkat produknya yang inovatif, Anggi berhasil meraih juara Terinovatif dan Teredukatif WMM tingkat nasional. Anggi mendapat gelar teredukatif lantaran produknya digunakan di sekolah-sekolah, puskesmas, dokter gigi, dan instansi kesehatan lainnya.  

“Setelah menang, saya dilibatkan dalam berbagai pameran. Cara ini, selain meningkatkan penjualan, juga membuat produk saya makin dikenal masyarakat luas,” jelas wanita yang berharap produknya bisa menjadi ikon PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) ini.  

Dalam berbisnis, Anggi tak lupa terus melakukan inovasi, seperti meluncurkan produk baru berupa boneka gigi berwarna-warni. “Ide justru datang dari pelanggan. Awalnya saya sama sekali tidak setuju, mana ada gigi berwarna?” jelas mahasiswi semester 8 Universitas Sumatra Utara ini. 

Namun, karena derasnya permintaan pasar, akhirnya ia pun mengeluarkan boneka gigi berwarna biru, hijau, ungu, dan fuchsia. Sebagai pengusaha, ia belajar untuk mendengarkan apa keinginan pasar, asalkan masih sesuai dengan inti bisnis yang dijalankannya.     

Saat ini, bisnis Anggi terus berkembang. Jika di awal usaha omzetnya hanya Rp5 juta, kini, setelah lebih dari setahun menjalankan bisnisnya, ia mampu menghasilkan omzet lebih dari Rp30 juta per bulan. “Jika dulu maksimal 20 boneka per bulan, saat ini saya mampu menjual 60 - 80 boneka tiap bulan,” ungkapnya, sambil tersenyum.



Sumber :
https://www.google.com/search?biw=1360&bih=629&tbm=isch&sa=1&q=cerita+sukses+anggi+hayani&oq=cerita+sukses+anggi+hayani&gs_l=img.3...21505.24589.6.24777.18.9.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.57.img..18.0.0.y2k3Ew6z91U&bav=on.2,or.r_qf.&bvm=bv.78597519,d.dGY&dpr=1&ech=1&psi=9RJTVKrIDabZmAXpnYGACA.1414730488992.9&ei=_hNTVIOoCMbRmwWBvYGIDw&emsg=NCSR&noj=1
Hamzah Izzulhaq,
Sukses Di usia 18 Tahun.

Entrepreneur berusia 18 tahun ini tidak ingat secara pasti kapan pertama kali dirinya mulai berdagang. Namun satu hal yang pasti adalah bibit-bibit kemandiriannya telah terbentuk sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Mulai dari menjual kelereng, gambaran, petasan hingga menjual koran, menjadi tukang parkir serta ojek payung, Hamzah Izzulhaq, demikian nama entrepreneur muda ini memoles jiwa entrepreneurship-nya. Bertujuan menambah uang saku, ia melakoni semua itu di sela-sela waktu luang saat kelas 5 SD.

Hamzah, begitu dia sering disapa, terlahir dari keluarga menengah sederhana. Sang ayah berprofesi sebagai dosen sementara ibunda adalah guru SMP. Secara ekonomi, Hamzah tak kekurangan. Ia senantiasa menerima uang saku dari orangtuanya. Namun terdorong oleh rasa ingin mandiri dan memiliki uang saku yang lebih banyak, Hamzah rela menghabiskan waktu senggangnya untuk mencari penghasilan bersama dengan teman-temannya yang secara ekonomi masuk dalam kategori kurang mampu.

Hamzah mulai menekuni bisnisnya secara serius ketika beranjak remaja dan duduk di bangku kelas 1 SMA. Ia berjualan pulsa dan buku sekolah setiap pergantian semester. Pemuda kelahiran Jakarta, 26 April 1993 ini melobi sang paman yang kebetulan bekerja di sebuah toko buku besar untuk menjadi distributor dengan diskon sebesar 30% per buku. “Buku itu lalu saya jual ke teman-teman dan kakak kelas. Saya beri diskon untuk mereka 10%, sehingga saya mendapat 20% dari setiap buku yang berhasil terjual. Alhamdulillah, saya mengantongi nett profit pada saat itu mencapai Rp950 ribu/semester,” aku Hamzah kepada CiputraEntrepreneurship.com.

Uang jerih payah dari hasil penjualan pulsa dan keuntungan buku kemudian ditabungnya. Sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa dimana bagian operasional diserahkan kepada teman SMP-nya sementara Hamzah hanya menaruh modal saja. Sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Voucher pulsapun juga sering dikonsumsi secara pribadi. Dengan kerugian yang diteriman, Hamzah akhirnya memutuskan untuk menutup usaha yang hanya berjalan selama kurang lebih 3 bulan itu. “Sampai sekarang etalase untuk menjual pulsa masih tersimpan di gudang rumah,” kenang Hamzah sambil tertawa.

Dengan menyimpan rasa kecewa, Hamzah berusaha bangkit. “Saya sangat suka membaca buku-buku pengembangan diri dan bisnis. Terutama buku “Ciputra Way” dan “Quantum Leap”. Sehingga itu yang membuat saya bangkit ketika rugi berbisnis,” jelasnya. Bermodal sisa tabungan di bank, Hamzah mulai berjualan pulsa kembali. Beberapa bulan kemudian, tepatnya ketika ia kelas 2 SMA, Hamzah membeli alat mesin pin. Hal itu nekat dilakoninya karena ia melihat peluang usaha di sekolahnya yang sering mengadakan sejumlah acara seperti pentas seni, OSIS dan lainnya, yang biasanya membutuhkan pin serta stiker. Dari acara-acara di sekolah, ia menerima order yang cukup besar. Tapi lagi-lagi ia harus menerima kenyataan merugi lantaran tak menguasai teknik sehingga banyak produk orderan yang gagal cetak dan mesinnya pun rusak. “Ayah sedikit marah dengan kerugian yang saya buat itu,” lanjut Hamzah.

Dari kerugian itu, Hamzah merenung dan membaca biografi pengusaha sukses untuk menumbuhkan kembali semangatnya. Tak berapa lama, ia mulai berjualan snack di sekolah seperti roti, piza dan kue-kue. Profit yang terkumpul dari penjualan makanan ringan itu sebesar Rp5 juta. Pada pertengahan kelas 2 SMA, ia menangkap peluang bisnis lagi. Ketika sedang mengikuti seminar dan komunitas bisnis pelajar bertajuk Community of Motivator and Entrepreneur (COME), Hamzah bertemu dengan mitra bisnisnya yang menawari usaha franchise bimbingan belajar (bimbel) bernama Bintang Solusi Mandiri. “Rekan bisnis saya itu juga masih sangat muda, usianya baru 23 tahun. Tapi bimbelnya sudah 44 cabang,” terangnya.

Hamzah lalu diberi prospektus dan laporan keuangan salah satu cabang bimbel di lokasi Johar Baru, Jakarta Pusat, yang kebetulan ingin di-take over dengan harga jual sebesar Rp175 juta. Dengan hanya memegang modal Rp5 juta, pengusaha muda lulusan SMAN 21 Jakarta Timur ini melobi sang ayah untuk meminjam uang sebagai tambahan modal bisnisnya. “Saya meminjam Rp70 juta dari ayah yang seharusnya uang itu ingin dibelikan mobil. Saya lalu melobi rekan saya untuk membayar Rp75 juta dulu dan sisanya yang Rp100 juta dicicil dari keuntungan tiap semester. Alhamdulillah, permintaan saya dipenuhi,” kenang Hamzah.

Dari franchise bimbel itu, bisnis Hamzah berkembang pesat. Keuntungan demi keuntungan selalu diputarnya untuk membuat bisnisnya lebih maju lagi. Kini, Hamzah telah memiliki 3 lisensi franchise bimbel dengan jumlah siswa diatas 200 orang tiap semester. Total omzet yang diperolehnya sebesar Rp360 juta/semester dengan nett profit sekitar Rp180 juta/semester. Sukses mengelola bisnis franchise bimbelnya, Hamzah lalu melirik bisnis kerajinan SofaBed di area Tangerang.

Sejak bulan Agustus lalu, bisnis Hamzah telah resmi berbadan hukum dengan nama CV Hamasa Indonesia. Lulusan SMA tahun 2011 ini duduk sebagai direktur utama di perusahaan miliknya yang omzetnya secara keseluruhan mencapai Rp100 juta per bulan. “Saat ini saya sedang mencicil perlahan-lahan modal yang saya pinjam 2 tahun lalu dari ayah. Alhamdulillaah, berkat motivasi dan Pak Ci saya sudah bisa ke Singapore dan Malaysia dengan hasil uang kerja keras sendiri,” ujarnya.

Menurut Hamzah, dari pengalamannya, berbisnis di usia muda memiliki sejumlah tantangan plus kendala seperti misalnya diremehkan, tidak dipercaya dan lain sebagainya. Hal itu dianggapnya wajar. “Maklum saja, sebab di Indonesia, entrepreneur muda dibawah 20 tahun masih amat langka. Kalau di Amerika usia seperti saya ini mungkin hal yang sangat biasa,” tutupnya.


Sumber:
https://www.google.com/search?q=cerita+sandiaga+uno&biw=1360&bih=629&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=QxJTVOKpE-LImAW304CoCA&sqi=2&ved=0CAYQ_AUoAQ#tbm=isch&q=hamzah+izzulhaq&imgdii=_
Sandiaga Salahuddin Uno,
Pengusaha Muda.

Nama Lengkap : Sandiaga Salahuddin Uno
Tempat/Tanggal Lahir : Rumbai, Riau 28 Juni 1969
Pendidikan Formal:
- Bachelor of Business Administration, The Wichita State University, Kansas, AS, lulus 1990
- Master of Business Administration, The George Washington Univ., Washington, AS, lulus 92
Pengalaman Kerja:
- Summa Group, Jakarta (Mei 1990-Juni 1993)
- Seapower Asia Investment Limited, Singapura (Juli 1993-April 1994)
- MP Holding Limited Group, Singapura (Mei 1994-Agustus 1995)
- NTI Resources Limited, Calgary, Canada (September 1995-April 1998)
- PT Saratoga Investama Sedaya (April 1998- sekarang)
Sandiaga Salahuddin Uno adalah seorang pengusaha muda, lahir di Rumbai, Riau 28 Juni 1969. Sejumlah jabatan strategis (pernah) diduduki Sandi. Khusus dunia pertambangan, ia tercatat sebagai salah satu pemegang saham perusahaan batu bara terbesar di dunia, PT Andaro.
Ayah dari dua putri dan suami Nur Asia ini dikenal cerdas dan punya kemampuan khusus mengendus peluang bisnis yang gemuk. Kedua hal tersebut dikombinasikan dengan kemampuan lobby dan jaringan koleganya yang hebat membuat Saratoga dan Re Capital melesat bak meteor dalam pecaturan private equity firm di Indonesia. Sandi merupakan kolumnis tetap di Majalah Globe Asia, bahan sorotan utamanya adalah enterpreunership, infrastrukture dan sumberdaya manusia Indonesia.
Menjadi pengusaha adalah impian yang tak pernah terlintas di Sandi. Orang tuanya , Razif Halik Uno, atau yang lebih dikenal Henk Uno dan Rachmini Rachman, lebih suka anaknya mengikuti jejaknya yakni bekerja di sebuah perusahaan mapan, sampai pensiun. Darah pengusaha juga tak pernah mengalir di tubuh Sandi. Razif dan Rachmini adalah pakar kepribadian. Mereka berdua belum pernah menggeluti dunia bisnis.
Tahun 2008 ia dinobatkan menjadi “Entrepreneur of The Year” dari Enterprise Asia untuk predikat pengusaha terbaik. Pencapaian itu adalah buah dari pergulatan panjang. Namun, pria yang akrab disapa Sandi itu menyebut dirinya sebagai “pengusaha kecelakaan”. Itu karena kiprahnya di dunia usaha dimulai tatkala kondisi karier dan keuangannya sedang terpuruk pada 1998.
Pria lulusan Wichita State University, Amerika Serikat, dengan predikat summa cumlaude itu mengawali karier sebagai karyawan Bank Summa pada 1990. Tahun 1991 ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di George Washington University, Amerika Serikat. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif 4,00. Kariernya terus melesat. Pada tahun 1994 ia bergabung dengan MP Holding Limited Group sebagai investment manager. Pada 1995 ia hijrah ke NTI Resources Ltd di Kanada dan menjabat Executive Vice President NTI Resources Ltd dengan penghasilan 8.000 dollar AS per bulan. Namun, kariernya itu tak berlangsung lama. Krisis moneter sejak akhir 1997 menyebabkan perusahaan tempatnya bekerja bangkrut. Semua tabungan hasil jerih payahnya yang diinvestasikan ke pasar modal juga turut kandas akibat ambruknya bursa saham global.
Majalah Globe Asia edisi Agustus 2007 menobatkan Sandi S. Uno, sebagai orang terkaya di Indonesia No. 122 dengan estimasi kekayaan sebesar USD 80.000.000. Setara dengan Rp. 744 Miliar kalau dikonversikan dengan kurs Rp. 9,300/USD.
Di tahun 2009, majalah Forbes edisi Kamis 3 Desember 2009 menobatkan Sandi Uno, sebagai orang terkaya di Indonesia No. 29 dengan estimasi kekayaan sebesar US$ 400 juta. Setara dengan Rp. 3.760.000.000.000 (3 Triliyun, 750 Milyar) kalau dikonversikan dengan kurs Rp. 9,300/USD.
Sandiaga Uno memperoleh kekayaan sebesar itu melalui private equity firm yang didirikannya, yaitu Saratoga Capital (Re Capital) yang didirikan pada tahun 1998 dengan partner utama Edwin Soeryadjaya dan Re-Capital yang didirikan pada tahun 1997 bersama sahabat lamanya RosanRoslani.
Bersama Saratoga Capital, Sandi terlibat dalam mega akuisisi PT Adaro, salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia, dan beberapa project infrastruktur yang sedang di genjot oleh pemerintah. Sementara bersama Saratoga Capital, mereka melakukan project pertama dalam refinancing McDonald’s Indonesia pada tahun 1997. Proyek proyek berikutnya meliputi pembelian Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN), Grand Kemang Hotel, Losari Resort dan infrastruktur penyediaan air bersih.
Kondisi perekonomian yang porak-poranda melanda negeri ini pada 1997/1998 bisa disebut telah menjadi tahun-tahun menentukan bagi arah hidup Sandi. Krisis itulah yang kemudian membuatnya berpaling, dan meninggalkan dunia profesional. Padahal, dia sudah merintis sebuah perusahaan multinasional hingga delapan tahun.
Ada filosofi menarik dalam hidup Sandi. Pandangan itu ia peroleh dari ajaran kedua orang tuanya. Sedari kecil, Sandi dididik selalu berjiwa optimistis. Ia percaya, jika esok pasti akan lebih baik dari hari ini. Setiap kali ada masalah, pasti ada solusi. Setiap ada keinginan, pasti ada jalannya. .Karena itu, Sandi melihat semua masalah berdasarkan hari per hari. Menggelinding begitu saja. Dia hanya berprinsip tetap bisa survive. Kalau sudah melihat jauh ke depan, tapi tak bisa fleksibel, akhirnya juga susah. Sebab, dunia usaha itu sangat dinamis, tiap detik berubah,
Tak cukup sampai di situ, untuk kehidupan pribadi, Sandi juga menyadari betapa pentingnya sisi spiritual bagi kehidupan yang dijalani. Dia sadar, spiritual menjadi dasar mental bagi setiap langkahnya. Apa yang didapat manusia dapatkan saat ini adalah titipan. Bermula dari prinsip inilah, Sandi selalu berusaha memperlakukan semua yang telah didapatnya, baik dari segi bisnis maupun keluarga, merupakan suatu refleksi bagi dirinya yang bersifat sementara.
Dengan landasan agama itulah, Sandi melakukan berbagai kegiatan yang tak melulu berorientasi bisnis. Ia bersama HIPMI juga bekerja sama dengan pesantren pimpinan KH. Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym, dengan membentuk Pemuda Pelopor. Organisasi yang dibentuk di Bandung ini menjadi ajang Sandi untuk menelurkan pengusaha-pengusaha muda yang berlandaskan Islam

Sumber :
https://www.google.com/search?q=tung+desem+waringin&biw=1360&bih=629&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=0A5TVIqGI4OtmgX1rYKACw&sqi=2&ved=0CAYQ_AUoAQ#tbm=isch&q=sandiaga+uno&imgdii=_
Tung Desem Waringin,
Pelatih Financial Revolution
Pria tinggi ramping berkacamata itu melompat ke panggung. Begitu menyapa audiens, dalam beberapa kata berikutnya seisi ruangan mulai mabuk antusiasme. Ribuan kalimat meledak dari mulutnya, audiens berdiri, mengangkat tangan, menyentuh pundak teman sebelah, atau melompat tinggi sambil berteriak, seolah tersihir oleh instruksinya.
Siapa yang tak kenal dengan Tung Desem Waringin. Lelaki berperawakan tinggi ini banyak disebut media sebagai sang Pelatih Sukses. Selain sering tampil di setasiun televisi terkenal, Pak Tung juga memiliki jadwal seminar yang padat. Bahkan dia menggunakan helikopter untuk pindah dari lokasi seminar satu ke sminar berikutnya. Tercatat dia sudah berbicara di depan 183.000 orang hanya dalam waktu 38 bulan terakhir.

Mantan pegawai BCA ini sangat dekat dan memberikan nasehat serta membantu mengubah hidup banyak orang, mulai dari anak petani sampai anak mantan presiden, mulai dari lulusan SD sampai doktor, dari presiden direktur sampai seorang artis papan atas.

Ucapan terimakasih yang tulus Dia terima karena berhasil meningkatkan penjualan mulai dari toko busana muslim di Tanah Abang, jaringan toko handphone, bengkel mobil, bank, agen properti dan lain-lain antara 100% hingga 200% hanya dalam waktu 6 bulan.

Sukses menerbitkan banyak buku dengan penjualan yang fantastis. Caranya yang unik dalam promosi bukunya selalu menyita perhatian dari banyak media. Seperti pada saat launching buku Financial Revolutions, dengan aksi sensasionalnya menunggang kuda di sepanjang jalan Sudirman dengan berpakaian ala Jendral Besar Sudirman sambil membawa poster buku. Tak heran jika bukunya yang terjual 10.115 eksemplar pada launching perdananya. Padahal cetakan pertama hanya dicetak sebanyak 10.000. Terpaksalah 115 orang harus rela menunggu hasil cetakan kedua.

Kisah Sukses penjualan bukunya yang demikian fenomenal membuat Museum Rekor Indonesia (MURI) menabalkan namanya sebagai Penulis Buku Inspirasional Pertama Financial Revolution di Indonesia yang penjualannya melebihi 10.511 exemplar pada hari pertama peredarannya


Kisah Perjalanan Tung Desem Waringin
Tatang Sutikno terdiam. Bisnisnya hancur, mengangakan utang. Anak ketiganya, Tung Desem Waringin, yang baru dilahirkan di Solo, 22 Desember 1967, tak mampu ia tebus dari rumah sakit. Uang sumbangan dari para saudara justru ia pakai untuk membayar utang. Selintas ia seolah ayah yang kejam. Namun, justru ia tengah memberi pelajaran pertama pada si orok. “Kita harus memegang janji. Walau tak punya uang, harus tetap bertekad membayar utang,” begitu Tung menirukan kata-kata ayahnya.

Syukur, mulai 1969 ayahnya mulai bangkit, punya toko emas. Ketika duduk di kelas 2 SD, Tung dan kedua kakaknya dipanggil sang ayah. “Kalau kita tak bisa jualan dengan baik, maka toko akan tutup, lalu kalian tak bisa sekolah, dan kita semua tidak bisa makan,” begitu pesan Tatang. Tung kecil amat sedih, membayangkan dirinya tidak makan, lalu mati.

Sejak itulah Tung mulai tertarik pada dunia marketing. Otaknya berpikir keras, bagaimana caranya orang bisa percaya seumur hidup dan toko berjalan terus. Ayahnya selalu bilang, “Kamu tak boleh nipu!” Itulah pelajaran kedua.

Jatuh-bangunnya usaha ayahnya membuat Tung terobsesi, suatu saat harus bisa membantu toko ayahnya meraih sukses. Juga membantu toko orang lain, agar tak terjadi hal yang sama dengannya. Itulah awal ia memberi perhatian bagaimana membantu supaya bisnis orang lain bisa jalan.

Namun, seperti juga usaha ayahnya, perjalanan sekolah Tung hingga kelas 2 SMA tidak mulus. Baru ketika kelas 3 SMA ia mulai sadar karena takut enggak lulus. Ia ingat nasihat ayahnya sejak kecil, “Kalau ingin sukses, bergaullah dengan orang sukses.” Ia pun ikut les kimia bareng para juara I sekolah lain. Akibatnya, ia paling lemah. Gurunya gemas. Tung terpacu, semua soal dari Skalu tahun 1965 – 1985, pelajaran kimia, matematika, fisika, minimal sudah empat kali ia kerjakan. Karenanya, ia hafal, dan nilai Ebtanas murninya cukup bagus.

Tung muda diterima di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, di Fakultas Ekonomi, jurusan Studi Pembangunan. Ia merasa salah jurusan, tidak happy. Lalu mendaftar ke Fakultas Hukum (FH) UNS jurusan Hukum Perdata. “Di sini saya fokus, determinasi one and only.”

Ia bertekad jadi nomor satu. Maka, ia menempel ke mahasiswa teladan. Ia dapat tiga resep. Pertama, indeks prestasi harus di atas 3. Kedua, harus aktif di lembaga kemahasiswaan agar menonjol dan sosialisasinya bagus. Ketiga, harus aktif ikut lomba karya ilmiah. Berkat tekad membara itu, berbagai gelar juara dalam perlombaan akademis berhasil diraihnya. Tak kurang 32 piagam kejuaraan ia kumpulkan, termasuk juara tenis meja dan juara panco.

Semangatnya untuk kuliah dengan baik juga ia tunjukkan. Sebelum kuliah, ia membaca empat buku acuan, padahal yang dianjurkan cukup satu buku. Saat kuliah, ia duduk di depan dan rajin bertanya. Dengan begitu dosen mengenalinya sebagai mahasiswa aktif dan pintar. Mulai semester awal nilainya sudah bagus. Kuncinya, ia adopsi dari mahasiswa teladan tahun sebelumnya, yang menyuruhnya mempelajari soal-soal ujian tahun-tahun sebelumnya. Dari mana ia dapat? “Dari karyawan tata usaha kampus, saya sogok makan gado-gado, ha-ha-ha ….”

Ketika tinggal skripsi, Tung menjadi salesman emas, yang ia ambil dari toko kakaknya dan dari pengusaha emas di Jakarta. Ia berkeliling dari toko ke toko, mulai dari Tayu, Jepara, Semarang, Salatiga, Ambarawa, sampai Pekalongan. Selagi asyik dengan emas, Tung terpilih jadi mahasiswa teladan UNS. Karena ia jarang kuliah, temannya menyindir, “Wah, teladan nih. Kalau semua mahasiswa meniru kamu, kampus kosong.”

Rahasia Tung menjadi yang terbaik rupanya sederhana, yakni keyakinan bahwa “Suatu kejadian negatif, jika diberi arti berbeda ,maka hasilnya jadi positif.” Ia memberi contoh, ketika ayahnya gagal berjualan emas, ia terpacu untuk piawai berjualan. Betul juga, Tung malah sukses menjadi salesman emas.

Lulus kuliah, begitu banyak ia mengirim lamaran. Namun, tak satu pun yang memanggilnya. Hanya Bank Central Asia (BCA) yang tertarik memanggilnya pada Agustus 1992. Dari 200 pelamar tersaring hanya delapan orang. Semuanya lulusan luar negeri, kecuali Tung. Ia langsung menjalani training di Jakarta. Di kelas, ia menonjol karena banyak bertanya, walau tak jarang pertanyaannya terlampau awam sehingga sering ditertawai seisi kelas. Ia tak perduli. Pada ujian minggu pertama nilainya tertinggi. Teman dan pengajar mulai respek. Akhirnya, ia menjadi lulusan terbaik.

Ia langsung dikirim ke BCA cabang Surabaya untuk membenahi 22 cabang pembantu (capem) yang hasil audit operasionalnya terburuk se-Indonesia. “Saya dikirim sebagai Tung ‘Rambo’ Waringin, karena tanpa anak buah, tanpa jabatan, tanpa kewenangan, dan dijatah dua tahun harus selesai,” kenangnya. Dengan gerak cepat, Tung cuma butuh waktu empat bulan untuk membereskannya. “Surabaya memperoleh hasil audit terbaik di seluruh Indonesia, dari nomor 20 ‘seketika’ jadi nomor satu.” Setelah itu cabang Kupang dan Malang ia bereskan. “Sampai hari ini Malang masih yang terbaik,” ungkapnya ketika ditemui awal September 2005 lalu.

Mengapa Tung begitu mudah membereskan persoalan bisnis?

“Kuncinya, manusia bergerak karena cari nikmat meninggalkan sengsara. Waktu saya menggerakkan manusia, peraturan tinggallah peraturan jika tidak disertai hukuman. Aturan tanpa punishment hanyalah imbauan.” Nah, Tung dengan keras menjaga peraturan, termasuk melakukan denda jika suatu unit melakukan kesalahan. Denda ditanggung karyawan dan pimpinan unitnya.

Tung bisa sehebat itu karena ia belajar terus. Sambil menunggu penempatan, ia tinggal di Jakarta, dan minta surat izin belajar ke divisi audit, sistem, treasury, keuangan, consumer banking, umum, dan sebagainya. “Mungkin saya satu-satunya orang yang paling lengkap pengetahuannya di BCA. Saya tak perlu tahu semua, yang penting saya tahu orang yang lebih tahu.” Resep kedua, ia belajar dari cabang yang hasil auditnya terbaik.

Ketika harus membuka cabang di Malang Utara, ia memulai semuanya dari nol, termasuk sewa ruko untuk kantor, bahkan karyawan. Di tangan Tung, kartu ATM bertumbuh cepat. Soalnya, ia mengiming-imingi nasabah dengan undian berhadiah mobil dan puluhan ponsel. Ia juga memberi uang insentif plus penyematan pin emas bertuliskan “Marketing Champion of BCA” pada karyawan yang menjaring banyak pelanggan.

Berkat kepiawaiannya, pertumbuhan kartu ATM di Kota Malang terbesar se-Indonesia, yakni 204.000. Selain itu, tingkat mati mesin ATM-nya terendah se-Indonesia. Saat memimpin Cabang Utama Malang, tahun 1998, BCA diambil alih pemerintah. Di kala semua cabang kehabisan uang, cabang Malang justru kebanyakan uang. Deposito membanjir.

Keberhasilan demi keberhasilan di BCA yang diraih Tung membuat 12 perusahaan mengincarnya. Ia tak terlalu tertarik. Namun, ketika tahun 2000 ayahnya sakit dan ternyata hasil jerih payahnya hanya cukup untuk membayar perawatan sang ayah di kelas 3 RS Mount Elizabeth, Singapura, ia merasa sedih. Tung menangis. Akhirnya, ia mengajukan surat pengunduran diri dari BCA Mei 2000 dan pindah ke Lippo Group.

Namun, di Lippo Shop, sebagai senior vice president marketing, ia tak cocok dengan pimpinannya. Februari 2001 ia mundur. Tung nekad mengikuti seminar Anthony Robbins di Singapura, meski biayanya AS $ 10.000. Untuk membayar, tanahnya di Malang ia jual.

Suami Suryani Untoro ini memulai karier barunya dengan langkah kanan. Ia berhasil menjadi salah satu murid terbaik Anthony Robbins dan terpilih sebagai Exclusive Indonesia Anthony Robbins Authorized Consultant. Ia juga menjadi murid Robert G. Allen, pakar marketing terkemuka dunia. Bahkan menjadi Exclusive Indonesia Robert T. Kiyosaki Authorized Consultant.

Sebagai konsultan, ia pertama kali menjadi pembicara tamu acara yang diselenggarakan Columbia Elektronik dan Furnitur di Gedung Koni Jakarta. Sayangnya, sound system seminar itu seadanya dan saat ia naik pentas, AC ruangan tiba-tiba mati. Terang saja ia diteriaki sekitar 1.000 peserta dan diminta supaya turun.

Ditantangnya Columbia untuk menggelar seminar gratis di Balai Sarbini. Gayung pun bersambut. Sekitar 4.300 orang hadir dalam seminar itu. Dampaknya, omzet penjualan Columbia bulan berikutnya naik 40%, bulan depannya lagi 30%.

Bukan hanya jadi pembicara publik, ia juga melayani konsultasi pribadi. Kliennya mulai dari anak petani sampai anak mantan presiden. Berbeda dengan konsultan lain, ayah dari Tung Waldo Kamajaya (7) dan Tung Alta Kania (4) ini “menyentuh” setiap orang dengan hati. “I do everything untuk mengubah orang. Dalam terapi, kalau perlu, ia saya pukul.”

Ia memacu orang untuk berani melakukan breakthrough, terobosan, baik personal maupun bisnis. Ia berhasil. Begitu banyak orang yang tadinya takut, menjadi berani. Dalam bisnis pun orang berani melakukan action, hingga meraih keuntungan berlipat ganda.

Tak cuma itu. Berkat “ilmu” yang diberikannya kepada orang-orang kepercayaan perusahaan, performa bisnis banyak perusahaan berhasil ia lipatgandakan. Memang, setelah hati dan pikiran disentuh Tung, orang seperti tersihir, dan tergerak untuk berubah lebih baik. Kekuatan motivasi yang dibangkitkannya mampu menyalakan keberanian seseorang untuk melawan rasa takut terhadap apa pun.

Ratusan ribu orang telah merasakan manfaatnya. Namun, ia lebih suka disebut pelatih sukses, karena, “Saya juga memberi langkah-langkah menuju sukses.” Wajar kalau di sela-sela waktunya memotivasi orang untuk sukses, ia juga dipercaya menjadi pengasuh acara “Smarth Wealth” di radio Smart FM dan kolumnis rubrik “Road to be Wealthy” di Majalah Warta Bisnis


sumber :
https://www.google.com/search?q=tung+desem+waringin&biw=1360&bih=629&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=0A5TVIqGI4OtmgX1rYKACw&sqi=2&ved=0CAYQ_AUoAQ#imgdii=_
Reza Nurhilman, Keripik Pedas Maicih

     Siapa yang tak mengenal kripik pedas Maicih. Siapa sangka, penemu kripik pedas ini, Reza nurhilman mendapatkan ide pertama kali dari seorang nenek yang ia temui lima tahun lalu. Ia tertarik oleh usaha yang digeluti oleh sang nenek, yaitu menjual kripik singkong.
Dengan berbekal modal 15 juta rupiah, Axl, panggilan akrab Reza, mulai memproduksi kripik singkong Maicih sebanyak 50 bungkus sehari. Ia membuat perbedaan level pedes dari 1 hingga 5. Ia mulai memasarkan produknya dengan memberikan sample kepada teman dan kerabatnya melalui jejaring sosial.
Selain cita rasa pedasnya yang bertingkat-tingkat levelnya, hal lain yang membuat unik Maicih adalah penciptaan jargon atau sebutan bagi seluruh stake holder Maicih oleh manajemen Maicih. Sebutan ini menjadi amat penting dalam komunikasi manajemen dengan calon konsumen, reseller, dan para pembuat keripiknya.Ada“Emak” (nenek), sebutan untuk pembuat keripik Maicih dan “Cucu” untuk konsumennya. Kemudian, ada “Jendral” untuk reseller-nya, “Icihers” sebutan gaul bagi penggemar keripik Maicih, “Republik Maicih” untuk manajemen, dan istilah “tericih-icih” untuk menggambarkan ketagihan akan pedasnya keripik Maicih.
Axl pun memutuskan untuk fokus berkomunikasi dan melayani pemesanan produk lewat jejaring sosial Twitter @infomaicih, Facebook maicih, dan website www.maicih.co.id. Ia beralasan untuk tidak membuka gerai fisik karena tingginya biaya operasional, selain itu gerai fisik juga tidak mampu menciptakan interaksi antara brand Maicih dengan konsumen.


sumber :
http://inloveindonesia.com/kisah-reza-nurhilman-si-presiden-keripik-pedas-maicih/